Minggu, 28 Maret 2021

AMBYAR

Oleh Wuri Damafiah

Ambyar, begitulah rasa hati Sojun saat mendengar penolakan Wina. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatiannya beberapa bulan ini, hanya menganggap sebagai kawan. Tak lebih!.
Kebetulan mereka bekerja di perusahaan obat, yang berada di Semarang. Ternyata jabatan direktur perusahaan, tak membuatnya menjalani hidup dengan mudah. Apalagi urusan hati dan percintaan. Kejadian dibeberapa waktu yang lalu itu cukup membekas membuat Sojun menjadi lelaki dingin. Hanya karena tak bisa move on dari lebam di hati akibat patah hati.
"Assalamualaikum, nak, apa kabar?” Ujar wanita yang melahirkan Sojun dari seberang.
“Kapan pulang? Ibu juga berharap kamu membawa pulang wanita calon pendamping mu,Le,” lanjut Ibu tanpa basa-basi.
Tiba-tiba kerongkongan Sojun terasa kering. Tak tahu harus menjawab apa wanita yang kini hidup sendiri semenjak bapak meninggal dan kedua adik Sojun mendahului menikah.
“Le!” seru Ibu kembali memastikan panggilan telah tersambung pada Sojun.
“Walaikumsalam, Bu. Kabar Kula, sae, Ibu juga sehat" tanya Sojun pada Ibunya.
"Alhamdulillah, sehat. Ndang to gek digawa mulih calon mantuku. Ibu sudah makin tua, nunggu apa?" tegas Ibu.
"Njih Bu," sahut Sojun mengiakan.
“Ngapunten, Saya baru mau mulai rapat. Nanti tak telepon lagi, ya, Bu,” lanjut Sojun.
“Owalah, yowis ... Nanti malam saja, kalau kamu sudah pulang kerja. Wis,Yo. Assalamualaikum,” kata ibu bergegas mematikan panggilannya.
Lagi-lagi ia berpura akan rapat padahal hari ini tidak masuk kerja. Pria tampan berambut ala opa korea, mata sipit dan berkacamata ini benar-benar sudah menambatkan hati pada Wina Setelah gagalnya pertunangan dengan Rani, Wina-lah wanita yang tepat bagi Sojun.
Handphone Sojun kembali berbunyi. Nomor kantor, terlihat memenuhi layar. Diletakkan kembali handphonenya, enggan untuk mengangkat. Hingga, telinganya terganggu oleh getar dan dering yang mengusik ketenangan hati Sojun.
"Selamat siang, Pak Sojun. Mohon maaf mengganggu waktu istirahat Bapak. Hari ini ada beberapa tamu yang tidak terjadwal pada agenda harian. Jika Bapak berkenan, untuk kembali ke kantor, akan kami sampaikan pada tamunya" kata Sintia, sekretaris Sojun berhati-hati.
"Ya, suruh tunggu Saya!" sahut Sojun.
Ia bergegas mengganti kaos oblong dan celana santainya dengan Hem lengan panjang . Celana pantalon senada dengan jas dipadukan dasi bermotif garis gradasi. Berkaca sebentar sebelum meraih jam tangan lalu menuju basement apartemen yang ditinggali untuk mengambil mobimobilnya.
Sebelum tiba di parkiran, mendadak pandangannya terusik. Sosok wanita cantik dengan langkah gemulai, berkulit putih mulus terlihat dari rok pendek yang dikenakannya berjalan di lorong apartemen. Sempat memandangi sepanjang lorong hingga berpapasan, membuat Sojun seolah terhipnotis untuk terus memandang ke arah wanita tadi. Tubuhnya membalik ke arah ia berjalan dan terhenti tepat di seberang kamar apartemen nya. Ya! Wanita dengan rambut panjang menambah kesempurnaan penampilan, berhidung mancung terpahat sempurna. Bibir terpoles lipstik berwarna nude membuat ia makin terlihat memesona, itu tinggal di seberang kamae Sojun.
Tak biasanya, rasa ingin tahu membuat Sojun bertingkah memalukan seperti ini. Senyum wanita cantik tadi menyadarkan Sojun. Mendadak, ia menjadi salah tingkah dan bergegas kembali melanjutkan perjalanan menuju mobilnya terparkir. Dipacunya mobil dengan penuh konsentrasi, menghalau bayangan wanita tadi yang tak henti berkelebat. Sojun hanya ingin segera menemui tamu dan kembali ke apartemen. Untuk mencari tahu siapa wanita yang tinggal di seberang apartemennya.
Nasib baik berpihak pada Sojun. Sekembalinya dari kantor, kembali Ia berpapasan dengan wanita tadi. Senyum mengembang saat sama-sama masuk ke dalam lift. Bingung harus membahas apa agar bisa berkenalan dengan wanita yang saat ini satu lift dengannya. Aroma parfum lembut membuat darahnya berdesir, ditambah penampilan yang sungguh menggoda. Berkali-kali Sojun menghela napas menyadarkan otaknya untuk tidak berpikiran kemanapun.
Tapi, tak disangka wanita cantik itu menyapanya.
“Sore, saya Fitri. Tadi sempat ketemu di atas ya!”
“Oh, ya. Saya Sonju,” jawabnya sambil meraih tangan wanita cantik tadi.
“Kita tinggal berseberangan,” lanjut Sonju.
“Oh, ya?” tanya Fitri terlihat semringah.
“Kalau begitu, main dong nanti ke kamarku!” lanjutnya membuat debat di dada Sonju makin menjadi.
“Eh, tapi nanti telepon dulu. Takutnya aku ada acara ke luar.”
“Bisa minta nomormu?” tanya Sojun.
“Boleh, sebentar.”
Fitri meraih handphone dalam hand bag merahnya. Saat akan membagikan nomor, tiba-tiba dering handphonenya menghentikan upaya Sojun mendapatkan nomor Fitri.
“Sebentar,” izin Fitri untuk mengangkat panggilan, tepat saat pintu lift terbuka.
Hingga tiba di depan kamar, Fitri terlihat asyik bertelepon. Membuat Sojun tak enak untuk memutus percakapan. Ia hanya melambaikan tangan sebelum menghilang masuk ke dalam kamar meninggalkan Sojun yang menelan ludahnya.
Sesampai di kamar, hati Sojun kembali berdebar. Sepertinya harapan ibu akan segera terkabul. Mendadak darah lelakinya kembali bergelora setelah sekian lama tak pernah ia rasakan.
Malam kian larut, berkali-kali Sojun mengetuk pintu kamar Fitri tak juga terespon. Hingga akhirnya Sojun memilih kembali ke kamar dan tidur. Berharap besok pagi kembali bertemu Fitri. Paginya, sebelum berangkat ke kantor ia mencoba menyapa Fitri. Hatinya berdebar saat mengetuk pintu. Berharap Fitri membuka pintu dengan senyum manisnya, tapi kembali tak ada respon.
Berlakulah Sojun dengan wajah kecewa menuju ke kantor. Kali ini sepertinya ia jatuh cinta pada Fitri. Beberapa hari berlalu tapi tak pernah ia bertemu Fitri. Sojun tetap berpikiran positif, Fitri seorang wanita karier pasti sibuk dengan agenda kerjanya. Teringat Sojun agenda lusa, pernikahan Farel, sahabatnya. Sejenak ia melupakan Fitri,
Berkemeja batik tulis, membuat penampilan Sojun makin gagah dan memesona. Dengan langkah penuh percaya diri, ia memasuki gedung tempat resepsi berlangsung. Matanya mengedar ke seluruh ruangan saat antre menjabat tangan mengucap selamat pada pengantin di panggung. Sesekali ia berdendang kecil mengikuti tembang yang dinyanyikan penyanyi cantik di sudut ruangan. Tak terlihat jelas wajahnya, namun siluet tak asing membuatnya berdesir. Seperti Fitri!.
Wanita cantik itu sedang menyanyikan lagu. Seolah menyadari kedatangan Sojun, dilambaikan tangan membuat hati Sojun berdesir. Darahnya kembali bergelora saat menatap pemandangan Fitri mengenakan kebaya biru, melilit keindahan tubuhnya berjalan mendekat memastikan kedatangan Sojun. Sebelum mendekati Fitri ia memberikan kode lambaian tangan agar tetap disana. Sojun berniat meminta nomor Fitri selepas menyalami Farel dan berfoto dengannya.
Menyadari perhatian sahabatnya tertuju pada Fitri, saat menyalaminya Farel berbisik pada Sonju, “Awas, jangan jatuh cinta. Penyanyi itu transgender”.
Mendadak perut Sonju terasa mual, keringat dingin mulai mengucur membuatnya sedikit limbung. Sembari memegang perut ia berlari memutus antrian turun dari panggung ke arah meja prasmanan untuk meninggalkan ruangan resepsi. Fitri yang kembali menyanyikan lagu kini terasa menyakitkan di liang telinganya. Bergegas meninggalkan gedung tempat resepsi Farel sembari memaki kebodohannya. Kali ini, hatinya kembali ambyar.

11 komentar: